Aku Benci Manusia
Musim gugur tahun ini, entah
mengapa, begitu berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bukan cuma aku,
sekawanan pelikan yang baru sampai dari perjalanan musim kawin mereka yang
melelahkan, pun mengeluhkan hal yang sama. Mereka bilang Bumi teman kami sedang
sekarat, dan sebentar lagi mati. Gumpalan awan-awan pembawa berita di langit
juga terdengar saling berbisik, membenarkan kabar yang beredar. Sebuah kabar
tak mengenakkan bagi diriku... Hhh, tapi, bagaimanapun, aku harus berterus
terang kepada kalian... Ya !! kepada kalian !! karena taukah kalian, Bumi teman
kami,,, saat ini,,, menghadapi akhir hidupnya....karena....
***
September 2038
7 orang anak kecil pagi ini, 5
tahunan barangkali, berlari bermain kejar-kejaran, ceria. Mantel bulu wol yang
mereka kenakan, tak mengusik gerak dan lincahnya tarian kehidupan
kecambah-kecambah berisik itu. Melompat laksana burung-burung kecil yang hendak
melatih sayap rapuh mereka untuk memulai kehidupan. Tapi, ditengah terpaan
sinar mentari pagi yang hangat menyinari diriku, entah mengapa, aku
berpikir,.... seandainya, ya, seandainya saja aku bisa berteriak kepada mereka,
seandainya aku bisa bertanya kepada mereka anak-anak yang polos itu,, apakah
mereka merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan ....
"Ah, kegelisahanku !!..",
batinku menjerit.
"Mungkin karena faktor usia ya
?..."
Memang, layaknya bumi temanku,
umurku pun sudah tak lama lagi. Kalau boleh dikatakan, sudah sekuat tenaga
kukendalikan perasaanku, mencoba untuk tidak bersedih menghadapi usia senjaku
yang hampir berumur satu tahun ini. Pun lagipula, untuk apalah hidup
berlama-lama dalam kondisi mengerikan macam ini ?? Saudara-saudaraku sudah
pergi semua, berguguran. Meninggalkan diriku yang semakin menguning, seorang
diri, di ujung ranting pohon oak ibuku...
***
"Duk,, aduuhh....
Ibbbuuuuu.....",
Suara itu mengangetkan diriku,
membuat diriku tersadar dari kebimbangan... Oh, rupanya salah seorang dari
anak-anak itu terjatuh. Kasihan. Pekik tangisnya memilukan sekali. Jujur,
sebenarnya aku paling tidak kuat mendengarkan suara bising seperti ini
berlama-lama. Membuat telingaku sakit, seakan mau meledak. Huh, memang dasar
anak-anak nakal ya kalian !!!...
***
Tapi, kenapa ?? Kok terasa berbeda
?? Hembusan angin ini ?? Aku merasakan kedamaian yang belum pernah kurasakan
sebelumnya.... Aku seperti... Melayang....
Oh, tidak... tidak... tidaaakkk....
!! Ibbbuuuuu....
Aku belum siap untuk ini.....
Aku belum siap mati....
Seseorang, tolong aku,, kumohon.....
Selamat tinggal ibu, hiks, engkau
adalah pohon paling penyayang yang pernah kutemui...
Selamat tinggal dunia.... Selamat
tinggal semua.....Dan terutama, Selamat tinggal untukmu, bumi teman baikku....
***
"Kau sudah siuman, hai daun
kecil ?", suara payau itu, baru pertama kali kudengar. Seakan ada suara
latar air yang mengalir, lembut menyejukkan hati...
"Ahh, aku,.., aku ada dimana ??
Apa aku sudah berada di surga ??"
"Engkau masih hidup kawan
!!"
"Hah!! Bagaimana bisa !!"
"Hahaha,, Saat engkau terjatuh
tadi,, engkau berteriak-teriak sangat keras,, hingga engkau pingsan. Untung ada
angin yang kebetulan lewat mendengar teriakanmu. Ia segera menangkapmu dan
meletakkan tubuhmu di atas diriku..." cerita suara tersebut..
"Syukurlaahhh... Terima kasih paman,,
engkau telah menyelamatkan nyawaku..."
"Hehe, tidak masalah bagiku.
Seharusnya engkau berterima kasih pada angin.. Ia baru saja pergi beberapa saat
yang lalu sebelum engkau siuman. Ia tidak bisa menungguimu terus, karena ia
punya pekerjaan yang harus dilakukan segera.. Kau lihat desa yang kekeringan
disana itu ?? Ia ditugaskan untuk menggiring sang awan hujan kesana,, semoga
saja ia tidak terlambat...",
"Tapi ngomong-ngomong, paman
ini siapa ?? Kenapa aku terus menerus mendengar suara gemericik air dari tubuh
paman ??"
"Haha, Perkenalkan, aku adalah
sungai yang mengairi kota asalmu..."
"Oh, pantas saja.. jadi, aku
sekarang hanyut bersama paman ??"
"Ya begitulah... Tapi maaf, aku
tidak bisa mengalir kembali mengantarmu ke pohon ibumu, itu melanggar
tugasku...Lagipula, kau tidak akan bisa menempel kembali begitu saja bukan ??
Duduklah, temani aku dan berpetualanglah bersamaku, nikmati perjalanan ini,
semoga saja engkau senang ya daun kecil...", begitu akrab sang sungai
bertutur.
"Hmm, baiklah, terima kasih
paman !!",
Walaupun sedih karena tak bisa
kembali, namun kurasa aku akan menikmati hidup baru ini, sebagai pengembara
bumi bersama paman sungai...
***
Pagi sudah beranjak siang. Dengan
kegesitan larinya, saat ini paman sungai sudah masuk ke wilayah kota lain.
Sebuah kota besar, metropolitan.....
"Paman, kenapa badanmu ??
Seketika badanmu menjadi penuh sampah dan kotoran ketika memasuki kota ini..
Apa ini ulah manusia kepadamu ??" tanyaku heran melihat tubuh paman sungai
yang kotor sejak kami memasuki kota...
"Ya begitulah... Mereka dengan
seenaknya membuah sampah dan segala macam yang tidak mereka butuhkan ke atas
tubuhku..." ucap sang paman, sedih.
Sungguh Keterlaluan !! Biadab !!
Inilah bukti kabar yang beredar itu. Semua kerusakan ini, musim gugur yang aneh
ini, semuanya karena ulah manusia yang benar-benar keterlaluan....
"Manusia-manusia itu.... memang
berengsek ya paman !!" kesalku
"Ya begitulah..."
"Kudengar, bumi teman kita ini
sedang sakit parah,, akibat ulah manusia-manusia itu...."
"Ya memang benar.."
"Kenapa Tuhan memberikan
kekuatan kepada mereka untuk menindas kita ?? Kenapa Tuhan begitu tidak adil
??!!" protesku, tiba-tiba keluar begitu saja...
"wow wow wow, tunggu dulu,
sabarlah, tenangkan dirimu daun kecil !! Jangan engkau turuti prasangkamu itu
!!" nasihat paman sungai..
"Tapi paman,, sudah jelas apa
yang kukatakan ini benar bukan ?? Hanya karena mereka lebih kuat, Mereka
menyakitimu, mereka berusaha membunuh bumi, temanku dan temanmu... Bahkan kata
para awan dan angin,, mereka berusaha memecahkan langit !! Ada apa dengan Tuhan
?? Apakah tidak pantas bagi kita untuk sekuat dan sepintar mereka ?? Tuhan
tidak adil !!! Tuhan tidak adil.....!!!!" teriakku ke atas, berharap Tuhan
mendengar protesku dan mengakhiri sikapNya yang berat sebelah itu...
"Hmmm, " paman sungai
menghela napasnya... "Daun kecil,, aku ingin meminta sesuatu
padamu....coba engkau tengok dan perhatikan dengan seksama, manusia-manusia di
bantaran tubuhku itu..." paman sungai menunjuk sekumpulan manusia disana.
Mereka masih remaja.. Duduk berdua-duaan, laki-laki dan perempuan-perempuan
jenis mereka, bergandengan tangan, saling menempelkan bibir mereka satu sama
lain,, terlihat sungguh menjijikkan....
"Lalu kau lihat lagi di sebelah
sana itu...." tunjuknya. Disana ada sekumpulan orang yang berkerumun,
sepertinya ada pertengkaran disana...
"Dan disana, dan kumpulan orang
itu juga...dan itu..." banyak sekali manusia-manusia yang ditunjuk oleh
paman, membuatku bingung harus memperhatikan yang mana...
"Paman, aku tidak
mengerti...Aku sudah mengamati dan memperhatikan mereka, lama sekali, tapi aku
tetap tidak mengetahui maksudmu..."
"Daun kecil, apakah kamu tahu,
siapa manusia itu ??" tanya paman sungai..
Siapa manusia ?? Mereka itu..... Akh
!! Aku baru tersadar. Kali ini kata-kata paman sungai membuatku tertegun.
Selama ini aku memang tidak tahu siapa mereka. Aku tidak tahu kenapa mereka
ada. Yang kulakukan hanya terus menerus marah dan mengumpat...
"Memangnya mereka itu siapa
paman ??" tanyaku
"Yakin engkau mau tahu ??"
"Ya paman, tentu saja... Aku
tidak bisa terus menerus membenci mereka, jika aku tidak mengetahui apapun
tentang mereka..."
"Baiklah, akan aku ceritakan
kepadamu. Manusia memang sama dengan kita, Tuhan menciptakan kita semua. Namun,
tidak seperti kita, Tuhan memberikan penugasan khusus kepada mereka..."
"Penugasan khusus ??"
"Ya, sebuah tugas yang bahkan
langit, gunung, dan bumi teman kita tak sanggup menanggungnya..."
Memang tugas macam apa itu ?? Ya aku
tau bahwa tugas angin menggiring awan, tugas sungai mengairi kehidupan dengan
air yang melimpah, tugasku menjadi pendamping ibuku, yang tanpa kehadiranku dan
saudara-saudaraku, ibuku pasti mati kelaparan. Tapi tugas manusia ??
"Tugas manusia itu apa paman
??"
"Tugas mereka adalah mengurus
dan melestarikan kita"
Duueerr...!!! Sebuah petir menyambar
di tengah hari bolong... Begitu besar... Dan menyambar tepat diatas kepalaku...
"Melestarikan kita ?? Apakah engkau
bercanda paman ?? "
"Ya begitulah, engkau pasti
tidak percaya bukan ??"
"Tentu saja paman.. Selama ini
kulihat mereka hanya merusak dan menyakiti kita..."
"Ya memang mereka bertindak
seperti itu sekarang. Tapi ketahuilah, sesungguhnya Tuhan menciptakan mereka
untuk memakmurkan kita, berbuat baik kepada kita dan kepada sesama mereka,
menegakkan nilai-nilai yang Tuhan turunkan kepada mereka di bumi teman kita
ini. Mereka adalah perpanjangan tangan Tuhan..."
Aku tercengang. Tak bisa
berkata-kata. Walaupun tak bisa dipercaya, tapi aku sangat yakin paman sungai
tidak sedang berbohong..
"Tapi, kenapa ...?? Kenapa
mereka justru berbuat seperti sekarang ini ??"
"Ketahuilah daun kecil, Tuhan
menganugerahkan kepada mereka kehidupan yang tidak seperti kehidupanmu dan
kehidupanku. Kehidupan itulah yang menghanyutkan jiwa mereka, membuat mereka
terpedaya dan akhirnya jatuh dalam pemenuhan keinginan mereka yang tanpa batas
itu. Mereka lupa dan melupakan tugas mereka. Ketahuilah daun kecil, mungkin
engkau membenci mereka, tapi berbeda denganmu, aku sama sekali tidak membenci
mereka, aku kasihan kepada mereka,, kasihan sekali..." ungkap paman sungai, sedih, melebihi sedih dirinya karena
tubuhnya yang penuh sampah...
"Kasihan ?? Apa yang perlu
dikasihani dari gerombolan makhluk tengik itu ??"
"Daun kecil,, nampaknya engkau
masih belum mengerti ya... Seperti yang aku katakan, Tuhan menganugerahkan
kenikmatan hidup yang begitu besar kepada mereka. Sampai-sampai kita ditugaskan
pula untuk menjamin kelangsungan hidup itu. Engkau lihat pohon-pohon disana ??
Untuk siapakah buahnya ?? Untuk biji ?? Biji itu hidup ditanah, bukan di dalam
buah !! Engkau lihat hewan-hewan,, untuk siapakah telur-telur mereka ?? untuk
siapa dagingnya ?? Apakah engkau suka makan telur dan daging ?? Siapa yang
paling banyak makan telur dan daging ?? Manusia-manusia itu !! Mereka
membutuhkannya, dan itu adalah pemberian Tuhan bagi mereka....", jelas
paman sungai, berapi-api
"Tetapi daun kecil, ingatlah
ini baik-baik. Seiring dengan kenikmatan dan kekuatan yang engkau peroleh dari
Tuhan, maka semakin besar pula tanggung jawab yang dipintakan kepadamu dari
Tuhan yang sama. Tidak seperti engkau dan aku, ketika manusia itu mati, mereka
akan ditanya tentang hidupnya, tentang apa yang mereka lakukan di bumi, dan
apakah tugas-tugas pemberian Tuhan itu telah mereka jalankan dengan baik. Ya
memang, Tuhan memberi diriku, dirimu, angin, pohon, awan, dan semuanya tugas
masing-masing. Tapi tak satupun dari kita dituntut bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas itu. Tidak satupun !! Seandainya engkau lari dari tugasmu,
maka tak akan ada hukuman bagimu... Hanya manusia !! hanya manusia yang
diminta, wahai daun kecil...",
"Daun kecil, Apakah kau tahu,,
seperti apa bentuk pertanggung jawaban itu ?? Bagaimana manusia melaporkan
perbuatannya di hadapan Tuhan Pencipta Alam ?? Bisa kau tebak,, berapa banyak
dari manusia-manusia yang kau lihat tadi, mampu bertanggung jawab dengan baik
dan memenuhi penugasan khusus dari Tuhan ?? Aku yakin kau bisa menebak berapa
banyak.... Ya, tidak ada satupun dari mereka yang kau lihat tadi,, memenuhi
tugas itu dengan baik. Sangat banyak dari mereka lalai. Sangat banyak dari
mereka, yang lebih suka bermain, memenuhi keinginan-keinginan mereka yang
rendah dan menjijikkan itu. Pernahkan engkau berpikir, hai daun kecil, jika
seandainya engkau menjadi salah satu dari mereka ??"
..........
***
Pilu. Sunyi. Aku terdiam sejenak,
merenung kembali. Aku melihat mereka sekali lagi, manusia-manusia itu. Kini
pandanganku benar-benar berubah. Inilah yang dimaksud paman sungai tadi.
Kulihat beban-beban pemberat yang begitu besar, menggelayut di bahu dan
punggung mereka. Tanggung jawab yang Tuhan Pencipta Alam bebankan kepada
mereka. Pantas saja mereka kuat, mereka pintar, mereka dengan mudah menguasai
kami. Karena memang mereka memiliki tanggung jawab sebesar dan seberat itu...
Kebencianku sirna sudah. Aku
menangis. Paman sungai benar. Kasihan sekali mereka. Jika seandainya
beban-beban itu dipikulkan kepadaku. Jika seandainya Tuhan menugaskanku untuk
memakmurkan bumi teman kami ini. Jika seandainya Tuhan menugaskanku memimpin
seluruhnya. Jika seandainya Tuhan menugaskanku untuk menjadi perpanjangan
tanganNya. Tentu aku tidak....
***
"Paman... Ak....Aku...."
"Aku bersyukur paman, bersyukur
sekali,, bersyukur karena Tuhan menjadikanku sebuah daun kecil yang menguning,
layu, dan kemudian gugur untuk dilupakan masa...."
Komentar